aspwebnews.com, SINTANG – Di tengah denyut kehidupan Kabupaten Sintang yang terus bergerak, di antara pedagang kaki lima yang membuka lapak di trotoar dan deretan spanduk yang menjamur di sepanjang jalan, ada satu institusi yang senantiasa hadir, terkadang terlihat, lebih sering bekerja dalam diam. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), menjadi penjaga tak terlihat dari wajah kota yang tertib dan aman.
Kasat Pol PP Kabupaten Sintang, Siti Musrikah, menegaskan bahwa peran Satpol PP bukan hanya soal menertibkan yang tampak semrawut. Lebih dari itu, mereka adalah pengawal implementasi aturan daerah dan penjaga ruang publik dari potensi gangguan ketertiban umum. “Tugas utama kami adalah menjaga ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Itu mencakup pelaksanaan dan penegakan peraturan daerah serta pengawasan terhadap aktivitas masyarakat,” ujarnya saat ditemui di lapangan, Jumat (6/6/2025).
Dalam kesehariannya, Satpol PP Sintang menjalankan beragam fungsi strategis. Mereka rutin melakukan patroli untuk mencegah potensi gangguan — dari penertiban pedagang kaki lima yang menempati bahu jalan, hingga pengawasan terhadap reklame dan spanduk liar yang melanggar ketentuan zona. Bukan sekali-dua kali pula mereka harus menghadapi situasi kerusuhan kecil atau ketegangan sosial di masyarakat, yang menuntut kehadiran mereka secara cepat dan profesional.
“Kadang orang melihat kami hanya datang saat razia. Padahal, kami lebih banyak bekerja dalam pencegahan. Kami hadir agar konflik tidak terjadi,” lanjut Siti. Ia menyebut pentingnya pendekatan persuasif dan koordinasi lintas instansi, karena ketertiban bukan semata soal penindakan, tetapi juga hasil dari kolaborasi.
Satpol PP juga menjadi garda depan dalam menegakkan aturan kepala daerah. Dari aturan jam operasional tempat hiburan, pelarangan bangunan tanpa izin, hingga pengendalian kegiatan masyarakat yang berpotensi mengganggu keamanan, semua menjadi bagian dari pengawasan yang mereka lakukan setiap hari.
Dalam menjalankan tugas, Satpol PP dituntut untuk tidak hanya tegas, tapi juga humanis. Sebab dalam setiap tindakan penertiban, ada dimensi sosial yang harus dipahami — ada pencaharian warga, ada kepentingan umum, dan ada hukum yang harus ditegakkan.
“Ketika menertibkan PKL, misalnya, kami tidak bisa langsung main angkut. Ada proses dialog. Kami beri peringatan, kami carikan alternatif lokasi jika memungkinkan. Kami bekerja atas dasar aturan, tapi dengan hati nurani,” tutur Siti.
Di Sintang, peran Satpol PP menjadi semakin krusial seiring dengan meningkatnya dinamika sosial dan pertumbuhan ekonomi. Kota berkembang, aktivitas masyarakat bertambah, dan tantangan ketertiban pun semakin kompleks. Namun di tengah semua itu, Satpol PP tetap berdiri — sebagai penjaga ketertiban yang kerap luput dari sorotan, tapi menjadi kunci dari rasa aman yang dirasakan warga.
“Jika jalanan bisa dilalui dengan nyaman, jika tidak ada gesekan antarwarga karena pelanggaran ruang publik, jika aturan daerah dihormati, maka di situlah peran kami terasa,” tutup Siti dengan nada tenang.